Rabu, 01 Mei 2019

Implementasi Tauhid Pendidikan



Akmal Akhsan Tahir


(Ketua Bidang RPK PC IMM AR Fakhruddin 2018-2019)


                   Semua kegiatan manusia pada dasarnya adalah upaya untuk menuju satu titik paling akhir dalam diri manusia, yaitu Tauhid. Dengan demikian, tauhid tak dapat diartikan secara sempit seperti di masjid atau tempat-tempat ibadah saja, dan tauhid bukanlah seremonial ibadah. Akan tetapi juga semangat berbuat selama manusia masih berada di muka bumi. Nilai inilah yang menjadi fundamen yakni semangat berbuat manusia baik secara individu maupun secara sosial.

          Bilamana kita menoleh ke sejarah kenabian, kita bisa mengamati bahwa misi utama kependidikan Nabi adalah pembentukan karakter yang bermula dari penanaman tauhid kepada Allah Yang Maha Esa. (Zainuddin, 2014: 3) . Dari semangat inilah, maka manusia (peserta didik) diarahkan untuk mampu mengenali Tuhannya secara sempurna, memahami keesaan Tuhan. Formulasi yang paling tepat dan tegas dalam memahami tauhid adalah kalimat thoyyibahla ilaha illallah” yang mengandung makna “tidak ada Tuhan selain Allah”, yang dalam pengertian umumnya bahwa tidak ada yang berhak disembah (diTuhankan) selain Allah Yang Maha Esa. Prinsip kalimat thoyyibah ini adalah prinsip persamaan dan kebebasan manusia. Nilai bahwa Tuhan itu Esa. Oleh karena itu, setiap individu, bahkan semua makhluk adalah dari pencipta yang sama. (Ismail, 2015 :66)

                Tauhid pendidikan sebagaimana yang ditulisakan diatas adalah sebuah konsep tauhid yang mengejawantah dalam dunia pendidikan. Keluasan makna tauhid ini pernah diejawantahkan dalam tauhid sosial. Di dalam konsep ini, mengutip kata Moeslim Abdurrahman sebagaimana dituliskan dalam tesis Yesi Desiana menyatakan bahwa, “ agama harus berani lebur memihak kepada ajaran tauhid sosial dengan misinya yang paling esensial adalah sebagai kekuatan emansipatoris yang selalu peka terhadap penderitaan kaum tertindas. (Desiana, 2017: 19). Bilamana dihubungkan dengan dunia pendidikan, esensi tauhid dalam lembaga pendidikan yakni membawa manusia untuk menjadi kekuatan emansipatoris dalam lingkungannya. Artinya, penanaman nilai tauhid ini diejawantahkan kepada peserta didik dengan menjadikannya manusia yang bebas dan membebaskan, tidak bersikap individualistik dan pragmatik.

               Nilai tauhid ini tidak boleh ditanamkan secara parsial, namun diterapkan dalam keseluruhan sistem pendidikan dalam lembaga pendidikan (khususnya lembaga pendidikan Islam). Prinsip yang dikembangkan dalam tauhid adalah prindip persamaan dan kebebasan, prinsip bahwa Tuhan adalah Esa, oleh karenanya setiap individu bahkan semua makhluk adalah dari pencipta yang sama (Ismail, 2015 : 66). Maka dalam implementasinya, seorang guru tiada boleh membeda-bedakan siswanya berdasarkan golongan suku, ras, warna kulit maupun keturunan. Prinspi tauhid inilah yang menjadi pegangan bagi para pendidik untuk bersikap adil, tidak bersikap feodalistik dan juga tak membeda-bedakan peserta didiknya.

            Implementasi nilai tauhid ini adalah buah dari pendidikan profetik (pendidikan kenabian). Penulis meyakini bahwa nilai tauhid ini adalah nilai paling ideal yang menjadi cita-cita teori dan praksis pendidikan.